“Jika Beruang Kutub adalah simbol permasalahan pemanasan global, maka Orangutan adalah simbol penyelesaian pemanasan global “ – Dino Patti Jalal, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat.
Berbagai upaya dilakukan untuk menyelamatkan Orangutan dari kepunahan. Salah satunya adalah dengan reintroduksi (pelepasliaran) Orangutan ke habitatnya. Apakah itu dan bagaimana caranya? Artikel ini akan sedikit mengupas hal tersebut. Karena hanya didasarkan kepada pengalaman dan ingatan penulis, maka tidak dianjurkan untuk dijadikan sebagai rujukan dalam penulisan akademik.
Ancaman terhadap kelanjutan hidup Orangutan yang utama adalah berupa perusakan hutan dan perburuan. Orangutan biasanya diburu dan dipelihara sebagai binatang peliharaan. Dalam beberapa kasus mereka diburu dan dibunuh karena dianggap sebagai hama yag merusak perkebunan, seperti kelapa sawit yang belakangan ini marak terjadi. Padahal, Orangutan ini berstatus dilindungi sehingga membunuh atau bahkan memelihara kera ini dianggap sebagai tindakan melawan hukum.
Namun mereka yang memelihara Orangutan secara illegal tetap saja ada. Biasanya mereka adalah para petinggi militer atau pejabat yang punya kuasa dan uang. Termasuk juga para penjaja sirkus yang mempertontonkan Orangutan juga secara illegal. Maka Orangutan-orangutan yang mereka pelihara ini harus disita oleh negara dan dikembalikan lagi ke habitatnya alias pulang kampung.
Namun mengembalikan Orangutan ke habitatnya itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Ada beberapa proses yang harus dilewati dalam melepaskan Orangutan ke habitatnya kembali.
Proses pertama adalah melakukan survey terhadap hutan tempat Orangutan akan dilepasliarkan. Survey ini dilakukan terhadap vegetasi hutan dan satwa lain yang ada di hutan tersebut. Lalu juga perlu diperhatikan status kawasan hutan tersebut. Akan lebih aman misalnya jika Orangutan dilepas di kawasan konservasi seperti Taman Nasional. Namun masalahnya, terkadang kawasan Taman Nasional berada di pegunungan di mana tutupan vegetasinya tidak terlalu beragam. Di satu sisi melepas Orangutan di luar kawasan konservasi akan cukup riskan namun di sisi lain hal ini justru akan bermanfaat. Karena dengan melepas Orangutan di luar kawasan konservasi akan menaikkan nilai konservasi kawasan tersebut. Sehingga pada akhirnya kawasan aitu akan turut dilindungi karena keberadaan Orangutan.
Setelah kawasan hutan ditentukan, selanjutnya dibangun stasiun reintroduksi di tempat tersebut. Dalam stasiun itu dibangun kandang, klinik dan tempat tinggal staf lengkap dengan keperluannya. Kenapa kandang masih perlu dibangun di dalam hutan meski Orangutan akan segera dilepasliarkan? Ini karena proses adaptasi Orangutan akan dimulai dari sejak Orangutan berada dalam kandang itu. Perlu diingat bahwa kebanyakan Orangutan yang akan dilepasliarkan biasanya adalah hasil sitaan dari peliharaan seseorang. Nah saat dipelihara secara illegal itu, Orangutan biasanya diberi pakan nasi atau bahkan mie instan.
Dari kandang itulah, selain sebagai sarana karantina, Orangutan belajar untuk dapat bertahan hidup di hutan. Setiap hari staf di stasiun akan memberkan buah-buah hutan, rayap, umbut rotan dan makanan lainnya yang berasal dari dalam hutan. Namun mereka juga mendapat pakan buah-buahan dari luar hutan karena terkadang buah dari dalam hutan tidak tersedia terlalu banyak sementara Orangutan membutuhkan nutrisi lebih. Mereka juga mesti belajar membuat sarang dari dedaunan. Sarang biasanya digunakan Orangutan di alam liar sebagai pelindung saat tidur di atas pohon. Fungsinya lebih sebagai kenyamanan bukan keselamatan.
Adaptasi lainnya yang harus dilalui Orangutan dalam kandang adalah berada di ketinggian. Orangutan adalah satwa arboreal yang berarti hidup di atas pohon. Maka dia harus dilatih untuk mempunyai perspektif ketinggian dann sedikit mungkin bersentuhan dengan tanah. Maka kandang adaptasi yang berada di Stasiun reintroduksi akan memiliki ketinggian tertentu di atas permukaan tanah. Pada kasus tertentu, Orangutan meski dibawa keluar dan diajari memanjat pohon. Perlu diingat lagi bahwa beberapa Orangutan menghabiskan hampir sebagian umurnya di dalam kandang peliharaan secara illegal sehingga gugup saat memanjat pohon di hutan.
Setelah dianggap mampu beradaptasi, Orangutan baru Orangutan ini dilepas di hutan. Namun tidak serta merta dilepas begitu saja. Orangutan yang dilepas ini masih dipantau terus menerus, dari sejak bangun tidur pada pagi hari hingga terlelap setelah matahari tenggelam. Saat pemantauan ini, staff mencatat segala aktivitas yang dilakukan Orangutan tersebut. Tujuannya adalah untuk melihat perkembangan Orangutan itu dari hari ke hari. Orangutan yang cepat beradaptasi akan cepat aktif mencari makan dan bergerak mengayun di atas pohon ke sana kemari. Namun Orangutan yang lambat beradaptasi akan cenderung berdiam diri di atas pohon saja tak bergerak bahkan tak berinisiatif mencari pakan. Mereka yang belum dapat mencari makan sendiri harus diberi makan oleh staf namun dalam kadar tertentu agar Orangutan tidak terbiasa. Pemberian pakan ini hanya untuk menghindarkan Orangutan dalam kondisi tidak sehat sehingga rentan terserang penyakit.
Namun yang lebih parah lagi adalah Orangutan yang terus saja turun ke dan berjalan di atas permukaan tanah. Ini cukup berbahaya mengingat banyaknya predator yang berkeliaran di atas tanah. Untuk itu Orangutan dengan tipe yang disebut terakhir ini perlu perlakuan khusus. Seperti menaruh pakan kesukaannya di atas pohon atau ditakut-takuti agar naik ke atas pohon.
Orangutan yang sudah mampu mencari makan dan cukup aktif tidak perlu lagi dipantau seharian penuh. Mereka hanya perlu dicek kondisi kesehatannya sesekali saja . Dalam proses ini penggunaaan radio telemetri akan sangat membantu. Lalu apakah jika sudah sampai pada tahap ini proses reintroduksi bisa dianggap selesai? Belum. Masih perlu lagi dilihat kemampuan Orangutan berkembangbiak di kawasan itu serta bagaimana pengaruh mereka terhadap satwa lain dan vegetasi yang ada di kawasan tersebut. Reintroduksi adalah sebuah proses yang panjang.
*Penulis pernah bekerja di Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera, Jambi